Beristirahatlah, Tuhan Selalu Ada


Pernah dihadapkan antara harus mematuhi orangtua dan mempertahankan hubungan dengan pasangan? Iya, dua hal itu bukanlah dua pilihan yang harus dipilih salah satu, Bukan seperti memilih antara permen atau coklat. Tapi ketika itu terjadi padamu, kamu akan merasa seperti berada di tengah-tengah jalan kecil, jika kamu melangkah ke depan, kamu akan tertusuk duri, dan jika kamu mundur ke belakang kamu akan tersandung batu.
Jalan tengahnya adalah kamu harus mengahadapi keduanya. Dan pasti.... kamu juga harus siap dengan segala resikonya. Bagaimana rasanya? Susah? Memang. Sangat susah. Ketika kamu harus menjaga kehormatan pasanganmu di depan orang tuamu demi restu. Dan ketika kamu harus berusaha meringankan beban pasanganmu. Itu bukan sandiwara. Hanya saja, kamu seperti berlari bolak-balik dari arah barat ke timur, kemudian kembali ke barat dan kembali lagi ke timur.
Dan semua hal itu ada titik batasnya. Kamu kembali berada di jalan kecil tadi dengan peluh yang luar biasa tidak bisa kamu tanggung. Di titik itu yang hanya bisa kamu lakukan adalah berhenti dan menunggu. Biarlah Tuhan yang membantumu berdiri dan menunjukkan lagkahmu. Entah kamu harus maju, mundur, kembali berlari-lari dari timur ke barat, atau bahkan mungkin Tuhan akan membukakan jalan yang lain untukmu. Berhentilah, beristirahat dan bersimpuh kepada-Nya.
Continue "Beristirahatlah, Tuhan Selalu Ada"

After a Year

It has been a long time, huh? Tetiba kangen kangen sama blog :)

Sudah hampir satu tahun semenjak diam-diam menyukainya dalam diam. Dan sejak saat itu, aku punya banyak cerita yang luar biasa daripada diam-diam menyukai seseorang dalam diam. 
Kata orang, salah satu ciri seseorang menjadi dewasa ketika dia bisa mengontrol luapan emosinya agar tidak diketahui orang lain. Tapi selalu aku bilang, "Jadi dewasa itu susah". Buktinya, sampai sekarang pun aku selalu ingin berbagi pengalaman emosiku selama hampir satu tahun terakhir ini. Bahagia, sedih, jengkel, marah dan berbagai macam emosi yang luar biasa cukup menjadi cerita.

Satu tahun itu bukan waktu sedikit ternyata untuk bisa bermetamorfosa secara sempurna menjadi sosok yang berkepribadian indah layaknya kupu-kupu. Iya memang, sudah banyak yang dilakukan dan dikorbankan selama satu tahun terakhir, tapi itu belum cukup. Tuhan memeberikan segalanya untuk kita, sudah selayaknya kita memberikan segalanya untuk-Nya. Setelah memberikan segalanya, semua belum tentu menjadi indah seperti yang kita inginkan. Apalagi dalam waktu yang cuma satu tahun. Yakinlah, ujian dan skenerio Tuhan akan membawa pribadi kita ke yang lebih baik. Semua itu buah dari kesabaran dan kelapangan dada kita untuk menerima semua dengan senyuman.
Continue "After a Year"

Diam-Diam Perhatian Dalam Diam

Masih inget prolog di film Thailand “A Little Thing Called Love” ?
“Setiap kita, mempunyai seseorang yang tersembunyi di dasar hati. Ketika kita berfikir tentangnya, kita akan merasa, ummmm… Selalu merasa sakit di dalam. Tapi kita masih ingin mempertahankan dia. Meskipun aku tidak tahu dimana dia sekarang, apa yang dia lakukan, tapi dia adalah orang yang membuat aku mengetahui tentang hal ini: sebuah hal kecil yang disebut CINTA”.

Tidak bisa dipungkiri, setiap kita pernah punya seseorang yang mungkin sampai saat ini masih menyita sedikit perhatian kita. Menempatkannya di salah satu ruangan hati yang orang lain tak bisa menjamahnya. Itu manusiawi dan masuk akal.

Entah mulai kapan, dia mencuri perhatianku. Aku baru sadar setelah kita menjadi teman akrab. Awalnya, aku denied semua hal tentang dia yang memasuki pikiranku. “It was just your stupid imagination, Wil” kataku berkali-kali pada diriku sendiri.
Saking akrabnya, obrolan kita kadang tanpa batas. Sharing masalah pribadi dan sering bercanda dengan kata-kata yang mungkin orang menyebutnya ‘gombal’. Dari situlah, aku menarik kesimpulan, “kita teman”. Dan terlontar: “I never take it seriously every words you said” dari mulutku.

Pada kenyataannya, aku kemakan omongan sendiri.

Satu bulan, dua bulan, dan entah sampai beberapa bulan, aku mampu menyangkal hal-hal yang aku rasa hanyalah khayalanku sementara . Sampai, aku tersadar ada seseorang yang memenuhi pikiranku.
Awalnya ragu, diakah ?

Pernah suatu maghrib. Di musholla kecil gedung Pusat Studi kampusku. Aku menyelesaikan rakaat terakhirku. Setelah salam yang kedua dan aku baru sadar ada seseorang beberapa meter di samping kananku. Duduk, dengan sedikit menggerakkan jari-jarinya. Perhatianku tersita, ternyata kita hanya berdua di musholla itu. Itulah, saat-saat yang belum bisa aku lupakan. Terduduk bersama beberapa menit dalam suatu munajat doa yang hanya kita masing-masing yang tahu.
Andai dia tahu, doa apa yang aku panjatkan saat itu.

Kalau boleh jujur, aku belum pernah mempunyai suatu kisah yang menyenangkan dalam hal percintaan. Begitu pula yang ini.
Ketika kita sudah berani menaruh hati setelah sekian lama menutup rapat pintu hati itu, tidak semua tempat menerima dengan tangan terbuka sebuah hati yang kita taruh. Tapi, itulah resikonya. We dare to love, we dare to be hurted. Dan seberapa besar usaha kita, belum tentu bisa diterima dengan senyuman atau jawaban ‘Ya’.
Mencintai diam-diam bukanlah hal yang sulit. Yang sulit hanyalah menanggung sakitnya sendirian, menunggu dalam diam dan tak bisa menuntut apapun. Seberapa banyak kode yang kita tujukan untuk dia, belom tentu dianggap serius, kalau memang hatinya bukan tertuju pada kita.
Capek ? Pasti.

Tapi percaya aja, Tuhan lebih tahu siapa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. Kalaupun usaha kita untuk mencintai diam-diam itu percuma, paling tidak, kita pernah belajar bagaimana menyabarkan hati di antara emosi-emosi pikiran yang selalu tak menentu. Menyabarkan hati saat rindu-rindu itu tak tersampaikan.
Continue "Diam-Diam Perhatian Dalam Diam"

Karena Aku Takut



Malam ini, kutengadahkan kepala ke langit-langit atap. Memikirkan hal-hal yang sebenarnya tak penting untuk kupikirkan. Dan tiba-tiba sebuah pertanyaan melintas di pikiranku. 


Mungkinkah aku akan jatuh cinta untuk ketiga kalinya ?

Ya, aku takut. Bahkan untuk membayangkannya saja terlalu mustahil. Aku sadar, betapa aku terlalu menutup hati selama ini. Mengamankan hati untuk tidak membuka luka lama. Mengunci pintu hati untuk tidak dimasuki oleh luka.
Ya, itu yang selama ini kulakukan.

Banyak jabat tangan dari sosok-sosok yang baru kukenal. Banyak obrolan-obrolan yang bisa kuperbincangkan dengan mereka. Dan, lagi-lagi aku menjaga jarak. Sangat jauh. Betapa hati-hatinya aku ketika hanya menjawab sebuah sapaan “Hai”.
Kehatia-hatian ini karena betapa aku dikecewakan untuk kedua kalinya. Seakan jengah dengan luka, aku menutup hati. Membiarkannya terkunci entah sampai kapan. Tidak mengindahkan semua yang datang. Jahat ? Ya, mungkin. Tapi lagi-lagi, karena sesungguhnya aku terlalu takut.
Takut bagaimana luka seperti apa lagi yang akan ditorehkan ? Bagaimana kalo aku menangis di depan keluargaku untuk kesekian kalinya ? Bentuk survive macam apa lagi yang harus kujalani ? Sakit macam apa lagi yang harus kurasakan ? Bentuk semangat dari teman-teman apa lagi yang kubutuhkan ?
Akupun memilih diam. Berdiri di tempatku sekian lama. Menolak uluran tangan yang mengajak keluar dari lingkaran tempatku berdiri. Aku belum siap. Belum siap bila menjadi sosok yang kuat dengan luka. Belum siap menahan airmata untuk tidak menetes nantinya. Walaupun itu bukan hal-hal yang aku harapkan.

Sampailah aku ke titik dimana aku berusaha keras menjadi pribadi yang layak. Berusaha menjadi seseorang yang layak dicintai oleh pribadi yang hebat. Tapi ini baru langkah awal. Langkah dimana aku mengumpulkan sisa-sisa kekuatanku dari masa lalu untuk menjadikannya tameng. Berusaha menjadikannya pesona bagi pribadi-pribadi yang hebat. Menjadikannya kekaguman keluarga dan teman-teman terdekat. 

Ya, aku ingin jatuh cinta lagi… tapi nanti. Saat Tuhan telah melayakkanku untuk berdiri sendiri dengan semua kekuatan yang kukumpulkan untuk melawan ketakutanku selama ini.


Kuatkan aku Tuhan
umatMu, Wilda Nee
Continue "Karena Aku Takut"

Panggil Dia Erik


Namanya Erik, Thoriq Izzuddin Al-Fath. Anugrah pertama di keluarga kami. Anak pertama dari mbak dan mas iparku. Cucu pertama dari keluargaku dan keluarga mas iparku. Dan keponakan pertamakuuuuu.


Erik lagi mantengin Shaun The Sheep
Erik lagi ngambek ke mamahnya minta susu


Erik lagi belajar sepeda roda dua bersama omnya
Sekarang Erik menginjak 4 tahun. 26 Maret lalu ulang tahun dirayain di rumah mbakku di Ponorogo. Syukuran kecil-kecilan. Tapi sayang, aku gak nyimpen fotonya.

Setiap pulang ke rumah kami, Bojonegoro. Erik seperti penghibur di keluarga kami. Ocehannya yang gak berhenti-henti menciptakan gelak tawa di keluarga kami. Lucu :)

Setiap Erik nangis, mbah kung, mbah uti, tantenya langsung merentangan tangan mencoba menghibur. Ini saat-saat keluarga kami gak bisa bilang 'gak' ke Erik kecuali mamahnya.




Erik lagi sholat maghrib
Sekecil ini Erik tetep gak pernah lepas dari bimbingan sholat mamahnya. Setiap adzan magrib, keluarga kami memang selalu jama'ah di musholla atau masjid. Dan setiap Erik liat mbah kung dan mbah utinya pergi sholat, Erik langsung buru-buru minta makein sarung. Berhubung gak sarung kecil, sarung omnya, om Ibe, pun dipake. Walaupun kedodoran, itu yang buat Erik gemesin :)










Pose Erik paling seksi ya pas tidur
Erik with Tante dan mamah

Continue "Panggil Dia Erik"