Diam-Diam Perhatian Dalam Diam

Masih inget prolog di film Thailand “A Little Thing Called Love” ?
“Setiap kita, mempunyai seseorang yang tersembunyi di dasar hati. Ketika kita berfikir tentangnya, kita akan merasa, ummmm… Selalu merasa sakit di dalam. Tapi kita masih ingin mempertahankan dia. Meskipun aku tidak tahu dimana dia sekarang, apa yang dia lakukan, tapi dia adalah orang yang membuat aku mengetahui tentang hal ini: sebuah hal kecil yang disebut CINTA”.

Tidak bisa dipungkiri, setiap kita pernah punya seseorang yang mungkin sampai saat ini masih menyita sedikit perhatian kita. Menempatkannya di salah satu ruangan hati yang orang lain tak bisa menjamahnya. Itu manusiawi dan masuk akal.

Entah mulai kapan, dia mencuri perhatianku. Aku baru sadar setelah kita menjadi teman akrab. Awalnya, aku denied semua hal tentang dia yang memasuki pikiranku. “It was just your stupid imagination, Wil” kataku berkali-kali pada diriku sendiri.
Saking akrabnya, obrolan kita kadang tanpa batas. Sharing masalah pribadi dan sering bercanda dengan kata-kata yang mungkin orang menyebutnya ‘gombal’. Dari situlah, aku menarik kesimpulan, “kita teman”. Dan terlontar: “I never take it seriously every words you said” dari mulutku.

Pada kenyataannya, aku kemakan omongan sendiri.

Satu bulan, dua bulan, dan entah sampai beberapa bulan, aku mampu menyangkal hal-hal yang aku rasa hanyalah khayalanku sementara . Sampai, aku tersadar ada seseorang yang memenuhi pikiranku.
Awalnya ragu, diakah ?

Pernah suatu maghrib. Di musholla kecil gedung Pusat Studi kampusku. Aku menyelesaikan rakaat terakhirku. Setelah salam yang kedua dan aku baru sadar ada seseorang beberapa meter di samping kananku. Duduk, dengan sedikit menggerakkan jari-jarinya. Perhatianku tersita, ternyata kita hanya berdua di musholla itu. Itulah, saat-saat yang belum bisa aku lupakan. Terduduk bersama beberapa menit dalam suatu munajat doa yang hanya kita masing-masing yang tahu.
Andai dia tahu, doa apa yang aku panjatkan saat itu.

Kalau boleh jujur, aku belum pernah mempunyai suatu kisah yang menyenangkan dalam hal percintaan. Begitu pula yang ini.
Ketika kita sudah berani menaruh hati setelah sekian lama menutup rapat pintu hati itu, tidak semua tempat menerima dengan tangan terbuka sebuah hati yang kita taruh. Tapi, itulah resikonya. We dare to love, we dare to be hurted. Dan seberapa besar usaha kita, belum tentu bisa diterima dengan senyuman atau jawaban ‘Ya’.
Mencintai diam-diam bukanlah hal yang sulit. Yang sulit hanyalah menanggung sakitnya sendirian, menunggu dalam diam dan tak bisa menuntut apapun. Seberapa banyak kode yang kita tujukan untuk dia, belom tentu dianggap serius, kalau memang hatinya bukan tertuju pada kita.
Capek ? Pasti.

Tapi percaya aja, Tuhan lebih tahu siapa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan. Kalaupun usaha kita untuk mencintai diam-diam itu percuma, paling tidak, kita pernah belajar bagaimana menyabarkan hati di antara emosi-emosi pikiran yang selalu tak menentu. Menyabarkan hati saat rindu-rindu itu tak tersampaikan.

0 komentar:

Posting Komentar